Kasus difteri di Indonesia mencapai 762 kasus, 458 kasus diantaranya terjadi di Jawa Timur dengan kasus meninggal mencapai 11 kasus. Oleh karenanya baik pemerintah pusat maupun daerah merasa wajib melakukan tindakan.
Kebijakan mengenai Difteri diatur dalam Surat Mendagri Tentang Penanganan Wabah/KLB Difteri Nomor: 440/9337/SJ tanggal 21 Des 2017, Surat Dirjen P2P tentang Penanggulangan KLB Difteri Nomor: UM.01.05/1/3274/2017, Surat Kadinkes Prov Jatim tentang Kewaspadaan dan Penanggulangan Kasus Difteri Nomor: 443.33/17804/102.3/2017 Tanggal 22 Desember 2017 dan Surat Gubernur Jawa Timur Tentang Penetapan Situasi KLB Difteri Jatim Nomor:460/69/012.4/2018 Tanggal 8 Januari 2018.
Difteri merupakan penyakit yang sangat menular yang menginfeksi saluran pernafasan terutama di tonsil, nasofaring dan laring. Penyebabnya adalah Kuman Corynebacterium diphtheriae. Ditularkan melalui droplet dari penderita atau karier dengan masa inkubasi penyakit 2-5 hari, tapi penderita dapat menularkan penyakit ke orang lain 2-4 minggu sejak masa inkubasi sedangkan masa penularan karier bisa sampai 6 bulan. Kasus karier adalah orang yang tidak menunjukkan gejala Difteri tapi hasil laboratorium apus tenggorok positif terhadap Corynebacterium diphtheriae. Adapun gejala klinisnya antara lain :
1. Demam suhu lebih kurang 38°C
2. Terdapat selaput putih keabu-abuan tak mudah lepas dan mudah berdarah pada tenggorokan.
3. Sakit waktu menelan.
4. Leher membengkak seperti leher sapi(bullneck), disebabkan adanya pembengkakan kelenjar leher.
5. Sesak nafas disertai bunyi mendengkur/ngorok(stridor)
Komplikasi yang ditimbulkan antara lain miokarditis, kelumpuhan otot jantung. Dan kelumpuhan otot jantung ini yang dapat menyebabkan kematian selain sumbatan jalan nafas. Bila tidak diobati dengan cepat dan tepat angka kematian 5-10% pada anak dibawah 5tahun dan mencapai 20% pada dewasa (diatas 40tahun).
Cara untuk mencegah penularan penyakit difteri adalah :
1. Menghentikan transmisi Difteri dengan pemberian prophilaksis terhadap kontak dan karier.
2. Tatalaksana kasus dengan pemberian Anti Difteri Serum (ADS) dan tatalaksana karier yang adekuat.
3. Outbreak Response Immunization (ORI) pada wilayah dan kelompok usia yang tepat dengan cakupan yang tinggi dan merata (cakupan minimal 90%).
4. Penguatan imunisasi rutin : perbaikan cakupan dan kualitas pelayanan imunisasi rutin difteri bagi bayi, anak usia dibawah dua tahun serta anak usia sekolah dasar di seluruh wilayah di Indonesia.
5. Penggunaan masker dan Perilaku Hidup Bersih Sehat (PHBS)
Dan sebagai salah satu langkah efektif pencegahan maka pemerintah melaksanakan ORI. Outbreak Response Immunization atau ORI adalah suatu tindakan pemberian imunisasi massal untuk merespon kejadian luar biasa (KLB) dalam 3 kali pemberian dengan interval pemberian 0,1 bulan dan 6 bulan dengan sasaran anak usia 1-19 tahun. Vaksin pada imunisasi difteri yakni DPT-HB-HIB, DT dan Td. ORI dilaksanakan di sekolah pada bulan Februari, Juli dan November sedangkan di Posyandu dilaksanakan bulan Maret, Agustus dan Desember. Pemberian imunisasi akan ditunda bila sasaran mengalami demam, batuk pilek dan diare.
0 komentar:
Posting Komentar