Minggu, 15 April 2018

Pengrajin Peralatan Musik Tradisional Keroncong





Berawal dari hobby memainkan alat musik beraliran keroncong, Irwan Prasetya yang tergabung dalam kelompok musik "Kasta Keroncong" kurang lebih 1,5 tahun yang lalu, mulai belajar membuat alat musik tradisional. Alat musik yang di buatnya seperti biola, cello, kencrung dll. 

Pria paruh baya, asli warga Kelurahan Kejuron Kota Madiun ini, aktifitas kesehariannya adalah bergerak di bidang jasa.


Yang mendasari beliau belajar cara membuat alat musik tradisional keroncong, disamping karena ingin melestarikan musik keroncong yang semakin jarang kita dengarkan, juga dikarenakan ingin memanfaatkan limbah kayu. Biasanya, limbah ini terbuang tanpa dipakai atau digunakan kembali. Di tangan Irwan atau akrab disapa pak Wawan ini membuahkan hasil karya yang cukup luar biasa. 
Dari cerita pak Wawan, beliau mendapatkan bahan baku limbah dari salah satu teman akrabnya. Lewat tangan terampil itulah, bahan baku limbah yang terbuang menjadi nilai lebih yang bermanfaat, sekaligus dapat membantu beliau menyalurkan hobbynya bermain alat musik. Sebelum itu, beliau bersama teman- temannya sering memesan alat musik keroncong dari luar kota, seperti Solo. Atas dasar itu, timbul ide untuk membuat alat musik sendiri dengan berbahan baku limbah yang didapatnya.

Ide memanfaatkan bahan limbah menjadi berkah, adalah sesuatu yang cukup membuat beliau sibuk. Sebab ditangan terampil beliau, tercipta beberapa alat musik seperti biola, cello dan lainnya. Tidak main-main, beliau mendapatkan bahan limbah kayu yang cukup berkualitas. Seperti jenis kayu Maple/tonewood dan Spruce. Jenis bahan kayu ini dikenal sebagai kayu 4 musim. Kedua jenis kayu ini merupakan bahan baku yang representatif untuk dijadikan alat musik. Semisal, kayu maple/tonewood.  Jenis kayu ini memiliki keistimewaan tersendiri seperti, membawa gelombang suara yang keras dan jernih, memberikan kontribusi untuk menghasilkan sound atau komposisi yang padat.  Karena memiliki bobot yang cukup berat, kayu maple ini hanya digunakan di beberapa bagian saja, seperti pada neck dan fingerboard.

Sementara itu, berbeda lagi keistimewaan kayu jenis spruce atau sering disebut whitewood. Kayu Spruce biasanya, digunakan sebagai body depan (top body).  Dikarenakan, kayu spruce memberikan resonansi suara yang baik pada tipe body berongga, semacam alat musik gitar akustik, kencrung, atau biola.
Dikatakan oleh pak Wawan, pembuatan biola atau cello atau alat musik lain cukup memerlukan waktu yang lama. Untuk biola misalnya, memakan waktu hingga kurang lebih 1  (satu) bulan. Mulai dari tahapan pemilihan bahan baku, pembentukan pola, pengepresan hingga finishing. Untuk pengepresan ini memang membutuhkan waktu. Pasalnya beliau mengandalkan panas matahari langsung, agar dapat kering maksimal. Selanjutnya tahap finishing atau plitur. Masih ada tahapan yang tersisa, dan terakhir adalah pengepasan nada. Meskipun sudah ada alat sendiri untuk mengatur nada, namun pak Wawan sangat berhati-hati agar mendapatkan nada yang sesuai dan biola yang berkualitas baik.

Sejauh ini produksi alat musik beliau masih berdasarkan order yang diterimanya. Meskipun harga yang di bandrol masih dibawah harga alat- alat musik yang sudah mempunyai nama atau merk, namun kualitas alat yang dibuat beliau setara, bahkan tidak kalah bagus dan halus dengan merk kebanyakan. Walaupun berbahan dasar limbah pak Wawan  tetap mengutamakan originalitas atas alat yang dibuatnya.  

Namun sayang sementara ini pemesanan alat musik tersebut hanya melalui mulut ke mulut saja. Selain terkendala dana, ternyata beliau belum menggunakan media sosial dalam pemasarannya. Nah, dalam kunjungan KIM Anyelir kali ini, kami berkesempatan membantu dan memperkenalkan beliau media sosial sebagai alat pemasarannya.

Sahabat KIM, itu tadi cerita kami dengan pak Wawan pengrajin alat musik keroncong berbahan baku limbah kayu.  Dari limbah sampah yang terbuang menjadi berkah.
















0 komentar:

Posting Komentar